BAB
I
PEMBUKAAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Obstruksi lintas air
kemih menyebabkan aliran urine tertahan (retensi). Hal ini dapat terjadi di
sepanjang lintasan dari hulu pada piala sampai ke muara pada uretra. Gangguan
penyumbatan ini bisa disebabkan oleh kelainan mekanik di dalam liang, pada dinding
atau tindisan dari luar terhadap dinding lintasan atau disebabkan kelainan
dinamik (neuromuskuler) yang masing-masing bisa karena kelainan dibawa lahir
atau diperdapat.
Selanjutnya penyumbatan
ini bisa menyumbat sempurna (total) atau tidak sempurna (sub total) dengan
masing-masing bisa tampil mendadak, menahun atau berulang timbul. Adanya
rintangan penyumbatan total. Pada penyumbatan sub-total melewatkan sebagian air
kemih dan menahun sebagian lain yang berangsur menumpuk seluruhnya pada
penyumbatan total. Pada penyumbatan sub-total melewatkan sebagian air kemih dan
menahan sebagian lain yang berangsur-angsur menumpuk. Tumpukan air kemih ini
meregangkan lintasan pada hulu obstruksi sehingga melebar.
Bagian hulu saluran ini
berusaha meningkat tenaga dorong untuk mengungguli hambatan sumbatan dengan
menambah kuat kontraksi jaringan dinding saluran agar penyaluran air kemih
dapat berlangsung sempurna seperti biasanya (kompensasi). Selanjutnya pada
perlangsungan obstruksi biasanya mengundang kehadiran bakteri dan pembentukan
batu yang menyebabkan penyulit-penyulit yang lebih memberatkan keadaan.
Rentetan kejadian makin ke hulu melibatkan ginjal sehingga terjadi
hidronefrosis.
1.2
RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimanakah anatomi dan fisiologi
pada sistem perkemihan?
b. Apakah pengertian dari
Hidronefrosis?
c. Apakah etiologi dari Hidronefrosis?
d. Apakah tanda dan gejala yang muncul
pada penderita Hidronefrosis?
e. Bagaimanakah patofisiologi dari
penyakit Hidronefrosis?
f. Bagaimanakah morfologi sistem
perkemihan pada penderita Hidronefrosis?
g. Apakah penyakit komplikasi yang bisa
muncul pada penderita Hidronefrosis?
h. Bagaimanakah penatalaksanaan pada
penderita Hidronefrosis?
i.
Apakah diagnosis keperawatan yang dapat dimunculkan pada
kasus Hidronefrosis?
j.
Apakah rencana keperawatan yang dapat diberikan pada
penderita Hidronefrosis?
BAB
II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN
HIDRONEFROSIS
2.1
ANATOMI
dan FISIOLOGI HIDRONEFROSIS
Sistem perkemihan merupakan organ
vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil
metabolisme tubuh. Selain mempunyai fungsi eliminasi, sistem perkemihan juga
mempunyai fungsi lainnya, yaitu sebagai berikut:
1. Meregulasi volume darah dan tekanan
darah dengan mengeluarkan sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan
eritropoietin, serta melepaskan renin.
2. Meregulasi konsentrasi plasma dari
sodium, potasium, klorida, dan mengontrol kuantitas kehilangan ion-ion lainnya
ke dalam urine, serta menjaga batas ion kalsium dengan menyintesis kalsitrol.
3. Mengonstribusi stabilisasi ph darah
dengan mengontrol jumlah keluarnya ion hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam
urine.
4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan
memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi tersebut pada saat proses eliminasi
produk sisa, terutama pada saat pembuangan nitrogen seperti urea dan asam urat.
5.
Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama
kelaparan, deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan.
Aktivitas
sistem perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga komposisi darah
dalam batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan dari fisiologis di atas
akan memberikan dampak yang fatal.
Sistem
perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Untuk
menjaga fungsi ekskresi, sistem perkemihan memiliki dua ginjal. Organ ini
memproduksi urine yang berisikan air, ion-ion, dan senyawa-senyawa solute yang
kecil. Urine meninggalkan kedua ginjal dan melewati sepasang ureter menuju dan
ditampung sementara pada kandung kemih. Proses ekskresi urine dinamakan miksi,
terjadi ketika adanya kontraksi dari otot-otot kandung kemih menekan urine
untuk keluar melewati uretra dan keluar dari tubuh.
1.
Ginjal
Secara anatomi, kedua ginjal
terletak pada setiap sisi dari kolumna tulang belakang antara T12 dan L3.
Ginjal kiri terletak agak lebih superior dibanding ginjal kanan. Permukaan
anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung, pancreas, jejunum, dan sisi
fleksi kolon kiri. Permukaan superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal.
Posisi
dari kedua ginjal di dalam rongga abdomen dipelihara oleh
1) dinding peritoneum,
2) kontak dengan organ-organ visceral,
dan
3) dukungan jaringan penghubung.
Ukuran
setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm; 5,5 cm pada sisi lebar; dan 3
cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 gr.
Lapisan
kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan bagian luar.
Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal. Pembuluh-pembuluh darah
ginjal dan drainase ureter melewati hilus dan cabang sinus renal. Bagian luar
berupa lapisan tipis yang menutup kapsul ginjal dan menstabilisasi struktur
ginjal. Korteks ginjal merupakan lapisan bagian dalam sebelah luar yang
bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medula ginjal terdiri atas 6-18 piramid
ginjal. Bagian dasar piramid bersambungan dengan korteks dan di antara pyramid
dipisahkan oleh jaringan kortikal yang disebut kolum ginjal.
a. Nefron
Ada
sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal dimana apabila dirangkai akan mencapai
panjang 145 km. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada
keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron
secara bertahap dimana jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10%
setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih
sedikit daripada usia 40 tahun. Penurunan fungsi ini tidak mengancam jiwa
karena perubahan adaptif sisa nefron dalam mengeluarkan produk sisa yang tepat
(Guyton, 1997 dalam buku Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Nefron terdiri atas glomerulus yang
akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah dan tubulus yang
panjang dimana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam perjalanannya
menuju pelvis ginjal.
Perkembangan
segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke duktus pengumpul. Setiap tubulus
pengumpul menyatu dengan tubulus-tubulus pengumpul lain untuk membentuk duktus
yang lebih besar.
Glomerulus
tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan
beranastomosis, mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila
dibandingkan dengan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh
sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dibungkus dalam kapsula Bowman.
Cairan
yang difiltrasi dari kapiler gromerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman dan
kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari
tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medulla
renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden. Binding/ikatan
cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling rendah sangat tipis, oleh
karena itu, disebut bagian tipis dari ansa Henle. Ujung cabang asenden tebal
merupakan bagian tebal yang pendek, yang sebenarnya merupakan plak pada
dindingnya, dan dikenal sebagai macula densa. Setelah macula densa, cairan
memasuki tubulus distal, yang terletak pada korteks renal, seperti tubulus
proksimal.
Tubulus
ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus rektus dan tubulus koligentes kortikal,
yang menuju ke duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medulla dan
bergabung membentuk duktus yang lebih besar secara progresif yang akhirnya
mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papilla renal.
Meskipun
setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan di atas, tetapi
tetap terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada
massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks
disebut nefron kortikal; nefron tersebut mempunyai ansa Henle pendek yang hanya
menembus ke dalam medulla dengan jarak dekat. Setiap segmen-segmen distal
nefron bertanggung jawab terhadap (1) reabsorpsi seluruh substrat organik yang
masuk tubulus, (2) reabsorpsi 90% lebih dari air yang difiltrasi, dan (3)
sekresi air dan produk sisa ke tubulus yang hilang pada saat proses filtrasi.
Kira-kira
20-30% nefron mempunyai gromerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam
dekat medulla dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa Henle
yang panjang dan masuk sangat dalam ke medulla. Pada beberapa tempat semua
berjalan menuju ujung papilla renal.
Struktur
vaskular yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai
nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sitem tubulus dikelilingi oleh
jaringan kapiler peritubular yang luas. Pada nefron jukstamedular, arteriol
eferen panjang akan meluas dari gromerulus turun ke bawah menuju medulla bagian
luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-kapiler peritubulus khusus yang
disebut vasa rekta, yang meluas ke bawah menuju medulla dan terletak
berdampingan dengan ansa Henle. Seperti ansa Henle, vasa rekta kembali menuju
korteks dan mengalirkan isinya ke dalam vena kortikal.
b. Aliran Darah Ginjal
Ginjal
menerima sekitar 1200 ml darah per menit atau 21% dari curah jantung. Aliran
darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi
yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus menerus menyesuaikan
komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu
mempertahankan volume darah, memastikan keseimbangan natrium, klorida, kalium,
kalsium, fosfat, dan ph, serta membuang produk-produk metabolisme sebagai urea.
Arteri
renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan vena renalis,
kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris,
arteri skuata, asteri interlobularis (juga disebut arteri radialis), dan
arteriol aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus dalam gromerulus dimana
sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma) difiltrasi
untuk memulai pembentukan urine.
Ujung
distal kapiler dari setiap gromerulus bergabung untuk membentuk arteriol
aferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular yang
mengelilingi tubulus ginjal.
Sirkulasi
ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, yaitu kapiler
glomerulus dan kapiler peritubulus, yang diatur dalam suatu rangkaian dan
dipisahkan oleh arteriol eferen yang membantu untuk mengatur tekanan
hidrostatik dalam kedua perangkat kapiler. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada
kapiler gromerulus (kira-kira 60 mmHg) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat,
sedangkan tekanan hidrostatik yang lebih jauh lebih rendah pada kapiler
peritubulus (kira-kira 13 mmHg) menyebabkan reabsorpsi cairan yang cepat.
Dengan mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur
tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian
mengubah laju filtrasi glomerulus dan/atau reabsorpsi tubulus sebagai respons
terhadap kebutuhan homeostatic tubuh (Guyton, 1997 dalam buku Arif Muttaqin
& Kumala Sari, 2012).
Kapiler
peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan
secara parallel dengan pembuluh arteriol dan secara progresif membentuk vena
interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis yang
meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter.
c. Pembentukan Urine
Kecepatan
ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal,
yaitu (1) filtrasi gromerulus, (2) reabsorpsi zat dari tubulus renal ke dalam
darah, dan (3) sekresi zat dari darah ke tubulus renal.
Pembentukan
urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari
kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali
untuk protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan
yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati
tubulus, cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik yang
kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus
ked lam tubulus.
Produksi
urine akan memelihara homeostasis tubuh dengan meregulasi volume dan komposisi
dari darah. Proses ini berupa ekskresi dan eliminasi dari berbagai larutan,
terutama hasil sisa metabolisme yang meliputi Urea, Kreatinin, Asam Urat.
Produk
sisa harus diekskresi dalam larutan sehingga proses eliminasi juga akan
mengalami kehilangan air. Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine
dengan konsentrasi osmotik 1200 sampai 1400 mOsm/L, melebihi empat kali
konsentrasi plasma. Apabila kedua ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan produk
filtrasi dan filtrasi gromerulus, kehilangan cairan yang banyak akan berakibat
fatal dimana terjadi dehidrasi pada beberapa jam kemudian. Untuk memenuhi hal
tersebut, ginjal memerlukan tiga proses berbeda, yaitu sebagai berikut:
1) Filtrasi. Pada saat filtrasi,
tekanan darah akan menekan air untuk menembus membrane filtrasi. Pada ginjal,
membran filtrasi terdiri atas glomerulus, endothelium, lamina densa, dan celah
filtrasi.
2) Reabsorpsi. Reabsorpsi adalah
perpindahan air dan larutan dari filtrate, melintasi epitel tubulus dan ke
dalam cairan peritubular. Kebanyakan material yang diserap kembali adalah
nutrient gizi yang diperlukan tubuh. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion
natrium, klorida, dan bikarbonat, direabsorpsi dengan sangat baik sehingga
hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urine. Zat nutrisi tertentu,
seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus dan
tidak muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh
kapiler glomerulus.
3) Sekresi. Sekresi adalah transportasi
larutan dari peritubulus ke epitel tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi
merupakan proses penting sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material
yang dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk membuang
beberapa material, seperti berbagai jenis obat yang dikeluarkan ke dalam urine.
Pada
saat yang sama, kedua ginjal akan memastikan cairan yang hilang tidak berisi
substrat organik yang bermanfaat, seperti glukosa, asam amino yang banyak
terdapat di dalam plasma darah. Material yang berharga ini harus diserap
kembali dan ditahan untuk digunakan oleh jaringan lain.
Setiap
proses filtrasi gromerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur
menurut kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam
tubuh, laju filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil
filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan peningkatan ekskresi dalam urine.
Pada
banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggi terhadap laju
ekskresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau
reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam ekskresi
ginjal. Sebagai contoh, kenaikan laju filtrasi gromerulus (GFR) yang hanya 10%
(dari 180 menjadi 198 liter/hari) akan menaikan volume urine 13 kali lipat
(dari 1,5 menjadi 19,5 liter/hari) jika reabsorpsi tubulus tetap konstan.
d. Filtrasi Gromerulus
Filtrasi
glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang intertisium, kemudian ke dalam
kapsula Bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah atau protein plasma
hampir tidak ada yang mengalami filtrasi.
Proses
filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses filtrasi di
seluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler
glomerulus sangat permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran
kecil. Tidak seperti kapiler lain, gaya yang mendorong filtrasi plasma menembus
kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman lebih besar daripada gaya yang
mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler. Dengan demikian, terjadi
filtrasi bersih cairan ke dalam ruang Bowman. Cairan ini kemudian masuk dan
berdifusi ke dalam kapsula Bowman dan memulai perjalanannya ke seluruh nefron.
Pada glomerulus, adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotatik koloid pada
kedua sisi kapiler menyebabkan terjadinya perpindahan cairan.
2.
Ureter
Ureter
adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari
pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Pada orang dewasa, panjangnya kurang
lebih 20 cm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel
transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan
gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke kandung kemih.
Jika
karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot
polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong / mengeluarkan sumbatan
tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang
datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter.
Ureter
memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih.
Normalnya ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa sentimenter
menembus kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural kemudian berlanjut
pada ureter submukosa. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung
kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urine
dari kandung kemih saat terjadi tekanan di kandung kemih. Setiap gelombang
peristaltik yang terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam
ureter sehingga bagian yang menembus kandung kemih membuka dan memberi
kesempatan kandung urine mengalir ke dalam kandung kemih.
3.
Kandung Kemih
Kandung
kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, kandung
kemih mempunyai kapasitas maksimal, dimana pada orang dewasa besarnya adalah
±300-450 ml. Pada saat kosong, kandung kemih terletak di belakang simfisis
pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan
diperkusi.
Kandung
kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Pada dinding kandung kemih terdapat 2 bagian yang besar. Ruangan
yang berdinding otot polos adalah sebagai berikut:
a)
Badan (korpus) merupakan bagian utama kandung kemih dimana
urine berkumpul.
b)
Leher (kolum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk
corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga
urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher
kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra.
Serat-seratnya
meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan dalam
kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg, dengan demikian, kontraksi otot
detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel
otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran
listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel yang lain. Oleh karena
itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot
ke sel otot yang berikutnya sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih.
Pada
dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian terendah dari
apeks trigonum adalah bagian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk ke
dalam uretra posterior dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut
tertinggi di trigonum. Trigonum sangat dikenal dengan mukosanya, yaitu lapisan
paling dalam kandung kemih yang memiliki testur paling lembut dibandingkan
dengan lapisan-lapisan lainnya yang berlipat-lipat berbentuk rugae.
Masing-masing ureter pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique
melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 sentimeter lagi di bawah
mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher
kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 sampai tiga sentimeter, dan
dindingnya terdiri atas otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar
jaringan elastis. Otot pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat
tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior
agar kosong dari urine, dan oleh karena itu mencegah pengosongan kandung kemih
sampai pada saat tekanan puncak yang dilakukan oleh otot-otot kandung kemih
dalam mendorong urine keluar melalui uretra.
Setelah
uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang
mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini
merupakan otot lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung
kemih, yang hanya terdiri atas otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di
bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk
menahan miksi (berkemih) bahkan bila kendali involunter berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.
Persarafan
utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medulla
spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medulla spinalis
segmen S2 dan S3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf
motorik. Serta sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih.
Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama
bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex yang menyebabkan kandung kemih
melakukan kontraksi pada proses miksi.
Saraf
motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat
ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih, saraf
postganglion pendek, kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain
nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi
kandung kemih. Hal yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih, yang
mempersarafi dan mengontrol sfingter otot lurik pada sfingter. Selain itu,
kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui
nervus hipogastrikus, terutama hubungan dengan segmen L2 medula spinalis. Serat
simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit memengaruhi
kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui
saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan
pada beberapa keadaan terasa nyeri.
4.
Uretra
Uretra merupakan tabung yang
menyalurkan urine keluar dari kandung kemih melalui proses miksi. Secara
anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra
diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan
kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas
otot polos yang dipersarafi oleh system simpatik sehingga pada saat kandung
kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot
bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan
keinginan seseorang. Pada saat BAK, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup
pada saat menahan urine.
Panjang
uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih
23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan
pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria
terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh
kelenjar prostat dan uretra pars membranasea. Pada bagian posterior lumen
uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan veromontanum, dan di sebelah
proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat Krista uretralis. Bagian
akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir
kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di
dalam duktus prostatikus yang terbesar di uretra prostatika.
2.2
EPIDEMIOLOGI
Abad
ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu saluran kemih
yang ditemukan diberbagai negara di Eropa. Berbeda dengan eropa, di
negara-negara berkembang penyakit batu ini masih ditemukan hingga saat ini,
misalnya Indonesia, Thailand, India, Kamboja, dan Mesir.
Hidronefrosis
adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang
mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta
atrofi pada parenkim ginjal. Epidemiologi dari penyakit hidronefrosis yaitu di
Semarang terdapat 51,9 dari 10.000 penduduk yang menderita atau mengidap
hidronefrosis. Sedangkan di Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya angka kejadiannya
yaitu pria : wanita = 5:1, usia yang terkena hidronefrosis rata-rata pada usia
41,5 tahun.
2.3
PENGERTIAN
HIDRONEFROSIS
Hidronefrosis adalah obstruksi
saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada
parenkim ginjal (Price, 1995: 818).
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis
ureter yang dihasilkan oleh obstruksi aliran keluar urin oleh batu atau
kelainan letak arteria yang menekan ureter sehingga pelvis membesar dan
terdapat destruksi progresif jaringan ginjal (Gibson, 2003).
Hidronefrosis
adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal
akibat adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine
mengalir balik, sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan baik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi
jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan,
maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Smeltzer & Brenda, 2001).
Hidronefrosis
merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan kalises. Adanya
hidronefrosis harus dianggap sebagai respons fisiologis terhadap gangguan
aliran urine. Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif, tetapi
dalam beberapa kasus, seperti megaureter sekunder untuk refluks pralahir,
sistem pengumpulan mungkin membesar karena tidak adanya obstruksi (Arif
Muttaqin dan Kumala Sari, 2012).
Hidronefrosis adalah obstruksi
aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan
absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia, 1995).
2.4
ETIOLOGI HIDRONEFROSIS
Menurut Parakrama & Clive (2005)
penyebab yang bisa mengakibatkan hidronefrosis adalah sebagai berikut:
1. Hidronefrosis unilateral: obstruksi
pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya disebabkan oleh proses patologik
yang letaknya proksimal terhadap kandung kemih. Keadaan ini berakibat
hidronefrosis dan dapat menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi salah satu
ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal. Penyebab obstruksi unilateral adalah:
a. Obstruksi taut ureteropelvik-kelainan
ini umum ditemukan. Pada beberapa pasien memang terdapat obstruksi
anatomik-paling sering adalah arteria renalis aberen yang menekan ureter bagian
atas-sebagian besar kasus bersifat idiopatik (hidronefrosis idiopatik).
Pada pasien ini didapatkan obstruksi
fungsional pada taut ureteropelvik dengan lumen paten. Kelainan kongenital pada
inervasi atau otot ureteropelvik telah diduga sebagai penyebab, dan kelainan
ini dapat disembuhkan dengan pengangkatan regio tersebut dan reanatomosis secara
bedah. Pada kasus ini didapatkan obstruksi berat dan dilatasi progresif pelvis
ginjal (hidronefrosis) di atas taut ureteropelvik. Ureter masih normal. Akibat
pada ginjal bervariasi.
Pada pasien dengan pelvis ginjal
ekstrarenal, pelebaran masif menghasilkan massa kistik yang sangat besar pada
hilum ginjal yang dapat terlihat sebagai massa abdomen. Pada keadaan ini,
peningkatan tekanan di dalam ginjal kurang dibandingkan bila pelvis berada
intrarenal, dan distensi akan menyebabkan pembesaran sistem pelviokalise dan
selanjutnya atrofi ginjal.
b. Penyakit ureter kongenital-kelainan
kongenital ureter yang lain dapat menyebabkan hidronefrosis unilateral. Keadaan
ini meliputi ureter ganda, ureter bifida, dan kelainan otot ureter yang
menyebabkan penebalan dinding ureter (megaureter). Ureterokel merupakan
pelebaran kistik bagian terminal ureter yang disebabkan oleh stenosis
kongenital orifisium ureter pada dinding kandung kemih. Ureter terminal kistik
tersebut umumnya menonjol ke dalam lumen kandung kemih. Walaupun kelainan
ureter ini dapat terjadi pada masa anak, sebagian besar ditemukan secara
kebetulan atau menimbulkan gejala pada usia dewasa.
c. Penyakit ureter didapat-kelainan ini
umum ditemukan dan meliputi (1) obstruksi lumen oleh batu, bekuan darah, atau
kerak papila ginjal yang nekrotik; (2) penyebab mural, seperti striktur fibrosa
dan neoplasma; (3) tekanan ekstrinsik terhadap ureter pada fibrosis
retroperitoneum dan neoplasma retroperitoneum.
d. Striktur fibrosa dapat terjadi
setelah peradangan, tuberkulosis, atau cedera ureter yang sebagian besar
disebabkan oleh pembedahan pelvis pada kanker genokologi. Lesi neoplasma (baik
primer maupun metastasis) jarang mengenai ureter secara primer. Yang lebih
sering terjadi adalah keganasan retroperitoneum dan pelvis yang menginfiltrasi
ureter pada saat menyebar. Ureter juga dapat mengalami obstruksi pada bagian
terminal yang masuk kedalam kandung kemih. Kanker kandung kemih sering
menimbulkan komplikasi hidronefrosis unilateral.
2. Hidronefrosis bilateral:
a. Di sebelah distal kandung kemih,
penyebab tersering adalah hiperplasia prostat pada pria usia lanjut. Adanya
katup uretra posterior kongenital juga dapat menyebabkan hidronefrosis
bilateral pada anak usia muda. Pada pasien paraplegia dengan kandung kemih
neurogenik biasanya juga didapatkan hidronefrosis bilateral.
b. Penyebab yang mengenai kedua ureter mencakup fibrosis
retroperitoneum dan keganasan.
c. Disfungsi otot ureter yang timbul
pada masa kehamilan (mungkin akibat efek progesteron pada otot polos) juga
dapat menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis ringan.
Menurut Kimberly (2011) penyebab dari hidronefrosis adalah
sebagai berikut:
a.
Hiperplasia Prostat Benigna (BPH)
b. Striktur uretra
c. Batu ginjal
d. Striktur atau stenosis ureter atau
saluran keluar kandung kemih
e. Abnormalitas kongenital
f. Tumor kandung kemih, ureter, atau
pelvis
g. Bekuan darah
h. Kandung kemih neurogenik
i.
Ureterokel
j.
Tuberkulosis
k.
Infeksi gram negatif
Sedangkan
menurut David Ovedoff (2002) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai
berikut:
a. Tekanan membalik akibat obstruksi
congenital.
b. Obstruksi pada perbatasan
ureteropelvis (uretropelvic junction), penyempitan ureter atau kompresi
ekstrinsik didapat.
c. Batu atau neoflasma dalam ureter
pada perbatasan ureteropelvis dalam vesika, pada leher kandung kemih, atau
prostat.
d. Berkaitan dengan terapi radiasi atau
fibrosis retroperitoneal.
e. Menyebabkan atoni, fibrosis, dan
hilangnya daya peristaltik.
f. Atrofi parenkim ginjal, terutama
tubulus kemudian tekanan kembali ke tubulus proksimal dan glomerolus.
2.5 TANDA dan GEJALA HIDRONEFROSIS
Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis
adalah:
a.
Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang
b.
Kolik menunjukan adanya batu
c.
Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
d.
Mungkin terdapat hipertensi
e.
Beberapa penderita tidak menunjukan gejala
Menurut
smeltzer & Brenda, 2001 Pasien mungkin
asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat
menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maja
disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri
dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal
ginjal kronik akan muncul, seperti:
a. Hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium).
b. Gagal
jantung kongestif.
c. Perikarditis
(akibat iritasi oleh toksik uremi).
d. Pruritis
(gatal kulit).
e. Butiran
uremik (kristal urea pada kulit).
f. Anoreksia,
mual, muntah, cegukan.
g. Penurunan
konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
h. Amenore,
atrofi testikuler.
2.6
PATOFISIOLOGI
Obstruksi
total akut ureter pada binatang percobaan menyebabkan pelebaran mendadak dan
peningkatan tekanan lumen bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi
glomerulus tetap berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan
penumpukan cairan di ruang interstisium. Peningkatan tekanan interstisium
menyebabkan disfungsi tubulus. Kerusakan nefron ireversibel terjadi dalam waktu
kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi parsial, kerusakan ireversibel terjadi dalam
waktu yang lebih lama dan bergantung pada derajat obstruksi.
Sebagian
besar penyebab obstruksi saluran kemih yang diuraikan diatas menyebabkan
obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal progresif akibat kerusakan nefron yang
berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Hanya hidronefrosis
bilateral yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat obstruksi
meningkatakan insidensi pielonefritis akut dan pembentukan batu saluran kemih
yang keduanya dapat memperberat obstruksi.
Obstruksi
ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila renalis akan menyebabkan
kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik ureter merupakan
nyeri intermitten yang sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior dan
menjalar disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis. obstruksi unilateral
kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total dan umumnya berlanjut
dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi. Obstruksi parsial
bilateral kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis progresif, meliputi
hipertensi, kegagalan fungsi tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan
hiponatremia), dan timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut.
Penanganan pasien tersebut dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal
bila dilakukan secara dini. Obstruksi bilateral total meneyebabkan gagal ginjal
akut tipe pascaginjal dan selanjutnya dengan cepat menuju ekmatian bila tidak
segera dikoreksi. Oleh karena itu, keadaan ini termasuk kegawatdaruratan medis
(Kimberly, 2011).
Sedangkan
menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi bilateral total menyebabkan anoria,
yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi terletak dibawah
kandung kemih, gejala dominant adalah keluhan peregangan kandung kemih. Secara
paradoks, obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria bukan oliguria,
akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini dapat
menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya, hidronefrosis unilateral
dapat tetap asintomatik dalam jangka lama, kecuali apabila ginjal yang lain
tidak berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan
secara tidak sengaja pada pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar
hidronefrosis, seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan
gejala yang secara tidak langsung menimbulkan perhatian ke hifronefrosis.
Dihilangkanya obstruksi dalam beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan
total fungsi, namun seiring dengan waktu perubahan menjadi ireversibel.
2.7
KOMPLIKASI
Menurut
Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan komplikasi sebagai
berikut:
a.
Batu ginjal
b. Sepsis
c. Hipertensi renovaskuler
d. Nefropati obstruktif
e. Infeksi
f. Pielonefritis
g. Ileus paralitik
2.8
PENATALAKSANAAN
Tujuannya
adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis
(obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi
ginjal.Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan
nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti
mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif
(batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan
hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan
Bare, 2002).
1.
Pada hidronefrosis
akut:
a.
Jika fungsi
ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air kemih
yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah
jarum yang dimasukkan melalui kulit).
b.
Jika
terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa
dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
2.
Hidronefrosis
kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air kemih.
Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan
ujung-ujungnya disambungkan kembali.
a.
Kadang
perlu dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.
b.
Jika
sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan untuk
melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang
berbeda.
c.
Jika uretra
tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
a) Terapi hormonal untuk kanker prostat
b) Pembedahan
d.
Melebarkan
uretra dengan dilator.
2.9
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Beberapa
prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:
1) Urinalisis :
a. Warna,
kejernihan & bau urine
b. Keasaman
(Ph) & berat jenis urine
c. Protein,
glukosa, badan keton dalam urine
d. Sedimen
urine : Erytrosit, leukosit, silinder, kristal, pus & bakteri
2) Blood Study :
a. Complete
blood count :
b. Leukosit
: meningkat pada infeksi, peritonitis
c. Erytrosit,
HB, HMT : menurun pada CKD
d. Protein
serum : menurun pada nepritis
e. Uric
acid : meningkat pd kerusakan fungsi renal,kerusakan absorbsi tubuler.
f. BUN
(Blood Urea Nitrogen) : meningkat pada glomerulonefritis, obstruksi tubuler,
obstruksi uropati, sindrome nefrotik
g. Kreatinin
serum : meningkat pada insufisiensi ren
3) Imaging Studies:
a. CT scan renal & MRI (Magnetic
Resonance Imaging) : tehnik non invasif untukmemberikan gambaran penampang
ginjal & saluran kemih yang sangat jelas
b. IVP (intravenous
Pyelogram) : visualisasi ginjal,ureter& vesika urinaria dg memasukanmedia
kontras radiopaquemelalui intra vena kmd dilakukan foto rontgent
c. Voiding Cystourethrogram :
a) Memasukkan
medium kontras ke dalambladder dengan tekanan syringe kemudian dilakukan
pengambilan gambar dengan fluoroskopi.
b) Dilakukan
pada pasien infeksi saluran kemih, striktur uretra /katup, BPH, vesikoureteral
refluk
d. USG : Mengetahui akumulasi
cairan,massa, malformasi, perubahan ukuran organ(renal hypertropi), urinary
obstruksi, lesi renal (abces, kista, batuginjal)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
HIDRONEFROSIS
3.1
Pengkajian
A. Identitas
Klien
Nama :
Umur
:
Jenis
kelamin :
Agama :
Pendidikan
:
Pekerjaan :
Status
kawin :
B.
Riwayat Kesehatan
1.
Riwayat Kesehatan
Dahulu
Riwayat
pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu ginjal, tumor,
pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital.
2.
Riwayat Kesehtan
Sekarang
Riwayat
kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti klien berkemih
sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat berkemih, nyeri panggul.
3.
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Keluarga
pasien ada yang menderita penyakit polikistik ginjal herediter, diabetes
mellitus, serta penyakit ginjal yang lain.
C.
Pola Kebutuhan Dasar
Manusia
1.
Aktivitas dan istirahat
Kelelahan,
kelemahan, malaise.
2.
Integritas ego
Faktor
stress, perasaan tidak berdaya, menolak cemas, marah.
3.
Elimasi
Penurunan
frekuensi, oliguri, anuri, perubahan warna urin.
4.
Makanan/cairan
Penurunan
berat badan karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah.
5.
Nyeri/kenyamanan
Nyeri
abdomen, nyeri tulang rusuk dan tulang panggul, gelisah, distraksi tergantung
derajat keparahan.
6.
Interaksi sosial
Tidak
mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasa.
7.
Persepsi diri
Kurangnya
pengetahuan, gangguan body image.
8.
Sirkulasi
Peningkatan
tekanan darah, kulit hangat dan pucat.
D. Pemeriksaan
Fisik
1. Kulit:
I: Warna kulit sawo
matang
P: turgor cukup
2. Kepala:
Mesochepal, rambut
hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
3. Mata:
Conjungtiva merah muda,
sclera putih, pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+).
4. Telinga:
Simetris, serumen (+/+)
dalam batas normal.
5. Hidung:
simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
6. Mulut:
gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
7. Leher:
trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak
membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
8. Thorax
:
a. Jantung:
Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas
normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.
b. Paru-paru:
Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak
ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang
paru, tidak ada suara tambahan.
9. Abdomen
:
I: Perut datar, tidak ada benjolan
A: Bising usus biasanya
dalam batas normal.
P: Timpani seluruh
lapang abdomen
P: ada nyeri tekan,
hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
Pada pasien dengan
hidronefrosis berat, palpasi ginjal dapat teraba. Dengan hidronefrosis
bilateral, edema ekstremitas bawah dapat terjadi. Sudut kostovertebral pada
satu sisi yang terekena sering lembut. Adanya kembung pada kandung kemih yang
teraba jelas menambah bukti bahwa adanya obstruksi saluran kemih.
10. Ekstremitas
Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup. Inferior :
deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-), tonus otot
cukup.
E. Pemeriksaan
penunjang
1. Laboratorium
a.
Urinalisis. Pyura
menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik dapat menunjukkan adanya batu
atau tumor.
Volume:
<400 ml/ hari dalam 24-28jam setelah ginjal rusak.
Warna:
Kotor, terdapat sedimen kecoklatan yang menunjukkan adanya darah,
mioglobin, dan porfirin.
b.
Hitung jumlah sel
darah lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan infeksi akut.
c.
Kimia serum:
hidronefrosis bilateral dan hidroureter dapat mengakibatkan peningkatan kadar
BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi yang
mengancam kehidupan.
2. radiodiagnostik
a.
USG/CR abdomen
Ultrasonografi
adalah metode yang cepat, murah, dan cukup akurat untuk mendeteksi
hidronefrosis dan hidroureter, namun, akurasi dapat bergantung pada pengguna.
Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai tes skrining pilihan untuk menetapkan
diagnosis dan hidronefrosis.
b.
IVP
Pyelography
intravena berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan penyebab hidronefrosis
dan hidroureter. Intraluminal merupakan penyebab paling mudah yang dapat
diidentifikasi berdasarkan temuan IVP
c.
Renogram / RPG
d.
Poto thorax
3. ECG
3.2
Analisa
Data
N
O
|
DATA
|
PATOFISIOLOGI
|
MASALAH
|
|||
1
|
Do:
Klien tampak meringis
Pernafasan klien cepat
Tamnpak gelisah
Skala nyeri klien 8
Ds:
Klien mengatakan nyeri di bagian pinggang
|
Obstuksi akut
Kolik renalis/nyeri pinggang
|
Nyeri Akut
|
|||
2
|
Do:
Urin klien kurang dari 400 ml/
hari dalam 24-28jam
Warna urin klien kotor (ccoklat)
Ds:
Klien mengatakan urinnya yang keluar sedikit
|
Obstruksi aliran urin
Sediktnya urin yang keluar
|
Gangguan Pola Eliminasi Urin
|
|||
3
|
Do:
Klie tampak lemah dan lesu
Klien tampak pucat
Ds:
Klien mengatakan badannya letih
Klien mengatakan mudah lelah
|
Obstruksi aliran urin
Gangguan ginjal
Ginjal tidak bis menghasilkan eritropoeitin
Produksi eritrosit i
Anemia
Letih, lelah, lesu, pucat
Pei aktivitas
|
Intoleransi Aktivitas
|
|||
4
|
Do:
Nafas klien berbau ammonia
Ds:
Klien mengatakan tidak mau makan
Klien merasa mual dan muntah
|
Obstruksi aliran urin
Kerusakan ginjal
Kegagalan ginjal membuang limbah metabolic
Pe# ureum dalam darah
Di sis. Pencernaan
Anoreksia, mual, muntah
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
|
3.3
Diagnosa
A. Nyeri
akut b/d patologis penyakit
B. Gangguan
pola eliminasi urin b/d sedikitnya urin yang keluar
C. Intoleransi
aktifitas b/d penurunan aktivitas
D. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual, muntah
3.4
Intervensi
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Nyeri akut b/d patologis penyakit
|
NOC :
Pain level
Pain
control
KH :
-
Mampu mengontrol nyeri
-
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dgn menggunakan
manajemen nyeri
-
Mampu mengenali nyeri
-
Menyatakan rasa nyamansetelah nyeri berkurang
|
NIC :
-
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frk, kulitas, dan factor presipitasi
-
Observasi reaksi nonverbal
-
Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri
-
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-
Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
-
Kaji tipe dan sumber nyeri
-
Berikan analgetik
-
Lakuakn pengobatan non farmakologik
|
Gangguan pola eliminasi urin b/d sedikitnya urin
yang keluar
|
NIC
urinary elimination
urinary continuece
kriteria hasil:
intake cairan
dalam rentang normal
kantung kemih
secara penuh
tdak ada
residu urine > 100-200cc
balance cairan
seimbang
|
NIC:
-
Memenatau
asupan dan keluaran
-
Memntau
tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusimeransang reflex
kandung kemih
-
Masukan
kateter kemih
-
Menyediakan
penghapusan privasi
|
Intoleransi aktifitas b/d penurunan aktivitas
|
NIC
alergiy
conservation
self care:ADL
kriteria hasil:
-
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah nadi dan pernafasan
-
mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
|
Energy
management
-
Obserpasi adanya batasan klien dalam beraktivitas
-
kaji adnya faktor
yang menyebabbkan kelelahan
-
monitor nutrisi dan
sumber energi yang adekuat
-
monitor akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara berlebih
Activity terapy
-
bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
-
bantu untuk memilih
aktivitas konsisiten yang sesuai dengan kemamuan fisik dan psikologis
-
bantu untuk
mendapatkan alat bantuan aktivitas
-
kolaborasi dengan
tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia,
mual, muntah
|
NIC
Nutritional
status: food and fluid intake
KH:
-
adanya peningkatan
berat badan sesuai dengan tujuan
-
mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
-
adanya keinginan
untuk makan
-
yakinkan diet yang
dimakan klien mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
|
Nutrition
management
-
kaji adanya alergi
makanan
-
kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
-
yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat
-
monitor jumlah
nutrisi dan kandungan kalori
Nutrition
monitring
-
berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
-
kalaborosi dengan
ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
-
BB pasien dalam batas
normal
-
monitor adanya
penurunan berat badan
-
onitor lingkungan
selama makan
-
monitor mual dan
muntah
-
monitor kalori dan
intake nutrisi
|
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Hidronefrosis
adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal
akibat adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine
mengalir balik, sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan baik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi
jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan,
maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Smeltzer & Brenda, 2001).
Menurut
David Ovedoff (2002) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai berikut:
1.
Tekanan membalik akibat obstruksi congenital.
2. Obstruksi pada perbatasan
ureteropelvis (uretropelvic junction), penyempitan ureter atau kompresi
ekstrinsik didapat.
3. Batu atau neoflasma dalam ureter
pada perbatasan ureteropelvis dalam vesika, pada leher kandung kemih, atau
prostat.
4. Berkaitan dengan terapi radiasi atau fibrosis
retroperitoneal.
5.
Menyebabkan atoni, fibrosis, dan hilangnya daya peristaltik.
6. Atrofi parenkim ginjal, terutama
tubulus kemudian tekanan kembali ke tubulus proksimal dan glomerolus.
Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis
adalah:
1. Nyeri dan pembengkakan di daerah
pinggang
2. Kolik menunjukan adanya batu
3. Demam dan menggigil bila terjadi
infeksi
4. Mungkin terdapat hipertensi
5. Beberapa penderita tidak menunjukan
gejala
Tujuan
dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi didapatkan penurunan
stimulus nyeri, penurunan risiko infeksi pascabedah, penurunan kecemasan, dan
mempersiapkan klien secara optimal untuk dilakukan pembedahan.
Untuk
intervensi pada masalah keperawatan pemenuhan informasi, ketidakseimbangan
nutrisi, perubahan pola miksi, dan kecemasan dapat disesuaikan pada masalah
yang sama pada pasien batu ginjal.
Untuk
intervensi pada masalah keperawatan risiko tinggi infeksi, dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada pasien trauma ginjal.
Hasil
yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai
berikut (1) Penurunan skala nyeri, (2) Tidak terjadi infeksi pada luka
pascabedah, (3) Asupan nutrisi terpenuhi, (4) Terpenuhinya informasi kesehatan,
(5) Kecemasan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Kumar,
Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.
2012. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia A, 1995, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa : Peter Anugerah. Edisi
4, Jakarta: EGC
Smeltzer,
Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth.
Alih Bahasa : Agung Waluyo (et al). Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment